Arsip
Tag "Jakarta"

Perbaikan Membutuhkan Perubahan

JAKARTA, 18 AGUSTUS 2011 • Festival Film Indonesia (FFI) 2011 dipastikan akan segera berlangsung.

Pesta film tahunan itu secara resmi akan diluncurkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Jero Wacik, SE pada Kamis, 25 Agustus 2011. Selanjutnya, secara garis besar agenda FFI 2011 adalah sebagai berikut:

• Pendaftaran film peserta:  25 Agustus-8 Oktober 2011
• Pengumuman Nominasi:  10 November 2011
• Malam Anugerah Piala Vidia:  26 November 2011
• Malam Anugerah Piala Citra:  10 Desember 2011

FFI 2011 diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara yang dibentuk dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.58/OT.001/MKP/2011 yang ditetapkan di Jakarta 10 Juli 2011. Dalam SK itu disebutkan bahwa pelaksanaan FFI 2011 dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana (Panpel) yang susunan selengkapnya terlampir bersama Siaran Pers ini.

Lanjut Baca

Telah ditulis oleh Asep Topan dalam blog pribadinya di aseptopan.tumblr.com, pada 10 September 2011.

– –
Tepat dua hari yang lalu, tanggal 9 September 2011, saya berangkat ke kampus dengan tujuan menonton film di Kineforum, selain bersilaturahmi dengan teman-teman pasca lebaran Idul Fitri. Film yang rencananya akan saya tonton berjudul Dongeng Rangkas, diputar mulai jam 19.30 WIB. Ternyata selain film Dongeng Rangkas tersebut, ada satu lagi film yang diputar di Kineforum hari ini, berjudul Die Konferenz der Tiere yang dalam bahasa Inggris berarti Animal United. Film ini mulai diputar pada jam 17.00 WIB.

Tulisan saya kali ini lebih kurang akan membahas kedua film tersebut. Pertama, film Dongeng Rangkas. Film ini adalah produksi Forum Lenteng yang bekerjasama dengan Komunitas Saidjah Forum, Lebak dan disutradarai oleh Andang Kelana, Badrull “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz serta Syaiful Anwar. Dongeng Rangkas menceritakan aktivitas-aktivitas masyarakat Rangkasbitung, diwakili oleh dua orang penjual tahu yaitu Kiwong dan Iron. Keseharian mereka sebagai penjual tahu banyak terlihat dalam film ini, namun yang lebih menarik ialah sisi lain dari kehidupan mereka selain pekerjaannya tersebut. Kiwong selalu bermimpi menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, bersama keluarganya. Kiwong banyak menceritakan mengenai masa lalunya yang, dikatakan kelam setelah pindah ke Jakarta terutama kebasaan mabuknya yang tidak dapat ia tahan meskipun ia sebelumnya seorang santri, sebelum bekerja di Jakarta. Namun setelah ia menikah, kehidupannya berangsur-angsur membaik dan ia sangat mensyukuri pekerjaanya saat ini sebagai penjual tahu di kereta api. Sedangkan Iron, lebih tepat dikatakan sebagai pengrajin tahu daripada penjual tahu, karena ia memiliki pabrik tahu dan memproduksi tahu sendiri, sebagai usaha turun temurun dari keluarganya selain menjualnya di pasar. Sedangkan istrinya berjualan tauge dan tempe di pasar yang sama. Selain berjualan tahu, Iron memiliki kegiatan yang telah ia lakoni sejak tahun 1998 yaitu bermain musik underground. Ia memiliki sebuah band beraliran Grindcore bernama Monster, bersama dua orang teman lainnya. Iron percaya bahwa musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia terus bermain musik underground dengan dasar kepuasan nuraninya ketika bermain musik, sehingga ia tidak pernah punya niat untuk menjual musiknya tersebut.

Lanjut Baca

Pada Jumat, 9 September 2011, filem Dongeng Rangkas diputar di Kineforum Jakarta —sebuah ruang altenatif untuk tontonan filem-filem berkelas di Jakarta. Ruang ini dikelola oleh Dewan Kesenian Jakarta. Pada kesempatan ini, filem Dongeng Rangkas dipresentasikan pada 5 sesi pemutaran di tempat ini (dalam lima hari yang berbeda). Tepat pada pukul 19.30 WIB, pengelola Kineforum meminta para penonton untuk memasuki sinema. Ruangan yang berisi 45 bangku yang nyaman ini, langsung terisi penuh.

Untuk presentasi ini, dibuka oleh Hafiz yang menerangkan latar belakang pembuatan Dongeng Rangkas. Pada kesempatan ini juga diperkenalkan para sutradara yang hadir yaitu; Andang Kelana, Syaiful Anwar dan Hafiz. Fuad Fauji dan Badrul Munir berhalangan hadir, karena masih sibuk mengurus presentasi di Lebak-Banten dan persiapan mereka berangkat ke DMZ Korean International Documentary Film Festival pada 22-28 September 2011.

Lanjut Baca

Kamis, 25 Agustus 2011, diadakan pemutaran kedua untuk publik filem Dongeng Rangkas. Pemutaran ini berlangsung dalam suasana berbuka puasa. Tepat pukul 19.00WIB, sekitar 70-an penonton dipersilahkan masuk ke ruang RURU gallery untuk memulai pemutaran. Dibuka dengan pengantar oleh Hafiz (Ketua Forum Lenteng) yang mencerita ide dasar dari filem ini dan memperkenalkan para sutradara yang hadir; Syaiful Anwar, Andang Kelana dan Hafiz. Badrul Munir dan Fuad Fauji berhalangan hadir, karena sedang mengurus pemutaran Dongeng Rangkas di Rangkasbitung.

Lanjut Baca

Lanjut Baca

Dimulai kurang lebih pukul 19.30 WIB, dengan setidaknya 80 penonton, Hafiz sebagai ketua Forum Lenteng dan salah satu sutradara membuka acara penayangan ini. Delapan tahun sudah Forum Lenteng bergerak (13 Juli 2003-13 Juli 2011), film ini adalah dokumenter feature panjang pertama yang dikerjakan Forum Lenteng bersama Saidjah Forum dibawah program akumassa. Diselingi diskusi sekitar 20 menit, acara berlanjut dengan silaturahmi sembari memakan tahu goreng yang dibawa langsung dari Rangkasbitung.

img_2786

28 Juli 2011
19.30 – 22.00 WIB
Goethe Haus
Goethe-Institut Jakarta
Jl. Sam Ratulangi 9-15
Menteng-Jakarta Pusat
10036

 


 Foto oleh M. Gunawan Wibisono

Lanjut Baca

Ditulis oleh Winda Anggriani dan telah terbit di tulisanda.blogspot.com pada 28 Juli 2011 pukul 21:40 WIB.
– –

Rangkasbitung, pasar, stasiun kereta api, musik underground, dan tahu. Apa hubungannya?

Dua puluh sembilan Juli dua ribu sebelas di Goethe Institut, Pusat Kebudayaan Jerman. Pukul tujuh malam, Forum Lenteng menggelar pertunjukkan perdana film berlabel Dongeng Rangkas. Tentang dua orang anak manusia, Kiwong dan Iron. Bekerja sama dengan Komunitas Saidjah Forum, film ini berusaha memaparkan situasi masyarakat Rangkasbitung dengan hiruk-pikuk di sekitarnya. Adakah sesuatu yang ingin diungkap dalam penggambaran visual ini?

Pasar, kereta api, dan penjual tahu menjadi benang merah yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari film bertajuk Dongeng Rangkas. Pasar dan kereta api, melatari hampir keseluruhan inti kisahan yang ingin disampaikan kepada penonton. Lalu proses pembuatan tahu sampai upaya menjajakannya kepada pembeli, menjadi daya tarik tersendiri yang tidak bisa dilepaskan dari rutinitas dua tokoh sentral ini. Hal yang stereotip diketahui masyarakat awam mengenai masyarakat setempat, coba diungkap lebih mendalam dan menjadi “sesuatu” yang berbeda—sebagai wacana baru—bagi penonton yang belum atau sudah tahu tentang Rangkasbitung.

Lanjut Baca