Arsip
Tag "Penayangan"

[issuu width=420 height=298 embedBackground=%23ffffff backgroundColor=%23222222 documentId=111102171100-22e0b551fed1489d88c6ebac6622885a name=c2o-newsletter19-201110 username=c2o.library tag=c2o unit=px id=6bce9c80-70bc-6da6-f86c-086e585a8002 v=2]

Lanjut Baca

Setelah berkelana di Korea Selatan dalam perhelatan 3rd DMZ-Docs Korean International Documentary Festival, kini Film Dongeng Rangkas diundang dalam kegiatan CPH:DOX 2011 di Copenhagen, Denmark pada November 2011. Copenhagen International Documentary Film Festival, adalah festival film dokumenter terbesar di Skandinavia dan sekarang menjadi salah satu yang terbesar di ranah Eropa. Tiap tahunnya festival ini mengisi sinema Copenhagen dengan lebih dari 200 pilihan film dokumenter dari seluruh dunia. Pada festival 2010, terdaftar lebih dari 45.000 film dalam 11 hari, hal ini yang membuat festival menjadi salah satu perhelatan dokumenter terbesar.

Festival ini berdedikasi untuk mendukung film-film independen dan inovatif, serta menampilkan kecenderungan-kecenderungan terakhir dalam film-film non-fiksi, art cinema dan eksperimental. Selain itu, CPH:DOX juga menampilkan pamaeran-pameran seni, konser, seminar profesional 5 hari penuh, pasar pemutaran film dan pendanaan internasional serta produksi bersama acara CPH:FORUM. Festival kali ini akan berlangsung pada 3-13 November 2011, yang akan menampilkan 180 film-film baru, 6 program kompetisi internasional, Sebuah sesi Artist in Focus, dan program-program lainnya.

Lihat Jadwalnya di situs resmi CPH:DOX 2011

Selamat untuk Dongeng Rangkas, semoga perfilman Indonesia tambah Maju!

Sampai berjumpa di Copenhagen, Denmark.

Salam.

Lanjut Baca

25 September 2011, Paju, Korea Selatan. Dongeng Rangkas mendapat kesempatan dipresentasikan secara khusus dalam Program ‘Asian Perspective’ di 3rd DMZ-Docs (Festival Dokumenter Internasional Korea). Sebuah kesempatan pertama film ini diputar secara perdana untuk dunia.

 

[1] Dari brosur Paju Bookcity, 2011

Kotabuku Paju, Sebuah Kota Untuk Memulihkan Sisi Kemanusiaan Yang Hilang.1

Kotabuku, terletak di sisi jalan dari Jalan Bebas Hambatan Jayu menuju Paju (di barat-laut kota Seoul), adalah komunitas budaya-penerbitan. Proyek Kotabuku dirancang untuk membangun sebuah kota industri khusus untuk buku-buku termasuk perencanaan, penerbitan dan pendistribusian oleh penerbit-penerbit. Diinisiasi pada 5 September 1989 dan mulai dibangun pada 30 Juni 1999, dengan harapan ‘Untuk memulihkan sisi kemanusiaan yang telah hilang. Kota Buku, maka dari itu, haruslah menjadi ruang untuk orang-orang’.

Jayu Expressway menuju Kota Paju

Jayu Expressway menuju Kota Paju

Jayu Expressway menuju Kota Paju

 

3rd DMZ-Docs, Festival Dokumenter Internasional Korea 2001

[2] Korean Demilitarized Zone (Zona Demiliterisasi Korea), segaris tanah yang melintasi Semenanjung Korea yang berfungsi sebagai zona penyangga antara Korea Utara dan Korea Selatan. DMZ memotong kira-kira setengah dari Semenanjung Korea. Panjangnya 250 kilometer, kira-kira lebarnya 4 kilometer dan itu adalah perbatasan militer terbesar di dunia. Northern Limit Line (NLL—Garis Batas Utara) adalah batas maritim de facto antara Koea Utara dan Korea Selatan di Laut Kuning dan pesisir pantai serta pulau-pulau di kedua sisi NLL juga sangat demiliterisasi. –wikipedia.

Kali ketiga, DMZ-Docs diadakan di Paju Bookcity. “DMZ2, merepresentasikan negara kita dari gencatan senjata, adalah sebuah lokasi dimana kita menyadari nilai sebenarnya dari ‘perdamaian’ dan ‘komunikasi’. Kami kadang cenderung melupakan nilai-nilai ini. Ini adalah alasan untuk memiliki festival dokumenter di DMZ. Melalui kekuatan dokumenter, kita kembali akan menyadari nilai perdamaian dalam ruang DMZ. Festival Dokumenter Internasional Korea DMZ adalah di mana ruang dari kemungkinan (DMZ) bertemu dengan film tentang kemungkinan (Dokumenter melalui pertemuan ini, anda akan dapat mengalami pengalaman tak berbatas dari nilai-nilai anda” (Dikutip dari katalog resmi 3rd DMZ-Docs).

Pagar batas DMZ

Pagar batas DMZ

Pagar batas DMZ

Pagar batas DMZ

Pagar batas DMZ

Lanjut Baca

Telah ditulis oleh Asep Topan dalam blog pribadinya di aseptopan.tumblr.com, pada 10 September 2011.

– –
Tepat dua hari yang lalu, tanggal 9 September 2011, saya berangkat ke kampus dengan tujuan menonton film di Kineforum, selain bersilaturahmi dengan teman-teman pasca lebaran Idul Fitri. Film yang rencananya akan saya tonton berjudul Dongeng Rangkas, diputar mulai jam 19.30 WIB. Ternyata selain film Dongeng Rangkas tersebut, ada satu lagi film yang diputar di Kineforum hari ini, berjudul Die Konferenz der Tiere yang dalam bahasa Inggris berarti Animal United. Film ini mulai diputar pada jam 17.00 WIB.

Tulisan saya kali ini lebih kurang akan membahas kedua film tersebut. Pertama, film Dongeng Rangkas. Film ini adalah produksi Forum Lenteng yang bekerjasama dengan Komunitas Saidjah Forum, Lebak dan disutradarai oleh Andang Kelana, Badrull “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz serta Syaiful Anwar. Dongeng Rangkas menceritakan aktivitas-aktivitas masyarakat Rangkasbitung, diwakili oleh dua orang penjual tahu yaitu Kiwong dan Iron. Keseharian mereka sebagai penjual tahu banyak terlihat dalam film ini, namun yang lebih menarik ialah sisi lain dari kehidupan mereka selain pekerjaannya tersebut. Kiwong selalu bermimpi menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, bersama keluarganya. Kiwong banyak menceritakan mengenai masa lalunya yang, dikatakan kelam setelah pindah ke Jakarta terutama kebasaan mabuknya yang tidak dapat ia tahan meskipun ia sebelumnya seorang santri, sebelum bekerja di Jakarta. Namun setelah ia menikah, kehidupannya berangsur-angsur membaik dan ia sangat mensyukuri pekerjaanya saat ini sebagai penjual tahu di kereta api. Sedangkan Iron, lebih tepat dikatakan sebagai pengrajin tahu daripada penjual tahu, karena ia memiliki pabrik tahu dan memproduksi tahu sendiri, sebagai usaha turun temurun dari keluarganya selain menjualnya di pasar. Sedangkan istrinya berjualan tauge dan tempe di pasar yang sama. Selain berjualan tahu, Iron memiliki kegiatan yang telah ia lakoni sejak tahun 1998 yaitu bermain musik underground. Ia memiliki sebuah band beraliran Grindcore bernama Monster, bersama dua orang teman lainnya. Iron percaya bahwa musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia terus bermain musik underground dengan dasar kepuasan nuraninya ketika bermain musik, sehingga ia tidak pernah punya niat untuk menjual musiknya tersebut.

Lanjut Baca

Ditulis oleh Sundea dan telah terbit di http://www.salamatahari.com/ pada 15 September 2011.

Judul: Dongeng Rangkas (film dokumenter)
Film Produksi Bersama: Forum Lenteng, Akumassa, dan Saidjah Forum
Kolaborasi penyutradaraan: Andang Kelana, Badrul “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz, Syaiful Anwar
Follow twitter: @DongengRangkas

 


Di atas meja makan saya, bertumpuk benda entah apa yang dibungkus kertas koran.

“Wow, apaan, nih?” tanya saya pada Mbak yang bekerja di rumah.
“Mungkin tahu. Tadi ada yang ke sini bawa keranjang tahu, saya nggak kenal,” sahut Si Mbak.
“Orangnya nggak bilang apa-apa?” tanya saya lagi.
Mbak mencoba mengingat-ingat.
“Katanya … ini Dongeng Rangkas. Tapi saya juga nggak ngertilah,” sahut Mbak akhirnya.
Saya mengangguk-angguk.

Ketika Mbak pergi menyiram tanaman, saya menimang salah satu bungkusan tersebut. “Iya, nih, isinya tahu,” gumam saya. Membungkus tahu per tahu dengan koran sungguh kurang kerjaan adanya. Tapi … ya sudahlah, lumayan juga kan ada cemilan sore-sore.

Lanjut Baca

Pada Jumat, 9 September 2011, filem Dongeng Rangkas diputar di Kineforum Jakarta —sebuah ruang altenatif untuk tontonan filem-filem berkelas di Jakarta. Ruang ini dikelola oleh Dewan Kesenian Jakarta. Pada kesempatan ini, filem Dongeng Rangkas dipresentasikan pada 5 sesi pemutaran di tempat ini (dalam lima hari yang berbeda). Tepat pada pukul 19.30 WIB, pengelola Kineforum meminta para penonton untuk memasuki sinema. Ruangan yang berisi 45 bangku yang nyaman ini, langsung terisi penuh.

Untuk presentasi ini, dibuka oleh Hafiz yang menerangkan latar belakang pembuatan Dongeng Rangkas. Pada kesempatan ini juga diperkenalkan para sutradara yang hadir yaitu; Andang Kelana, Syaiful Anwar dan Hafiz. Fuad Fauji dan Badrul Munir berhalangan hadir, karena masih sibuk mengurus presentasi di Lebak-Banten dan persiapan mereka berangkat ke DMZ Korean International Documentary Film Festival pada 22-28 September 2011.

Lanjut Baca

Kamis, 25 Agustus 2011, diadakan pemutaran kedua untuk publik filem Dongeng Rangkas. Pemutaran ini berlangsung dalam suasana berbuka puasa. Tepat pukul 19.00WIB, sekitar 70-an penonton dipersilahkan masuk ke ruang RURU gallery untuk memulai pemutaran. Dibuka dengan pengantar oleh Hafiz (Ketua Forum Lenteng) yang mencerita ide dasar dari filem ini dan memperkenalkan para sutradara yang hadir; Syaiful Anwar, Andang Kelana dan Hafiz. Badrul Munir dan Fuad Fauji berhalangan hadir, karena sedang mengurus pemutaran Dongeng Rangkas di Rangkasbitung.

Lanjut Baca

Lanjut Baca

Di Rekonvasi Bhumi, Dongeng Rangkas ditayang khusus untuk kalangan Pers Banten. Forum Lenteng bekerjasama dengan Komunitas Sebumi sebagai fasilitator acara, memulai acara ini sekitar pukul 15.00 WIB. Sekitar 40 orang menonton film ini. Diskusi-diskusi yang terjadi sangat aktif, dari permasalahan pemilihan lokasi film di sekitar Kampung Jeruk, Rangkasbitung yang menimbulkan pertanyaan, “Apa cukup mewakili Rangkasbitung?”.

Pertanyaan-pertanyaan tentang eksploitasi kemiskinan sebagai sebuah stereotipe ide film yang diajukan salah satu wartawan, dan dijawab dengan pertanyaan balik “Di bagian yang mana eksploitasi itu ditampilkan dalam film?, apakah ada?”.

Setelah tanya jawab selesai, acara berakhir dengan buka puasa bersama dan diskusi informal, di Graha Bhumi, Rekonvasi Bhumi, Serang-Banten. Didukung oleh Forum Diskusi Wartawan Harian (FDWH), Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) Banten, Facebook Banten News, Suhud Media Promo, Rekonvasi Bhumi dan Komunitas Sebumi penayangan khusus inipun berlangsung sukses.

dsc_0338

Minggu, 7 Agustus 2011
14:00-19:00 WIB
Rekonvasi Bhumi
Jalan Joenoes Soemantri
No. 4/20 RT 01/01
Kelurahan Tembong
Kecamatan Cipocok Jaya
Serang, Banten

 


Foto oleh Juve Sandy

Lanjut Baca

Dimulai kurang lebih pukul 19.30 WIB, dengan setidaknya 80 penonton, Hafiz sebagai ketua Forum Lenteng dan salah satu sutradara membuka acara penayangan ini. Delapan tahun sudah Forum Lenteng bergerak (13 Juli 2003-13 Juli 2011), film ini adalah dokumenter feature panjang pertama yang dikerjakan Forum Lenteng bersama Saidjah Forum dibawah program akumassa. Diselingi diskusi sekitar 20 menit, acara berlanjut dengan silaturahmi sembari memakan tahu goreng yang dibawa langsung dari Rangkasbitung.

img_2786

28 Juli 2011
19.30 – 22.00 WIB
Goethe Haus
Goethe-Institut Jakarta
Jl. Sam Ratulangi 9-15
Menteng-Jakarta Pusat
10036

 


 Foto oleh M. Gunawan Wibisono

Lanjut Baca