Catatan Dongeng Rangkas Dari Korea Selatan

Telah terbit di situs Saidjah Forum pada 27 September 2011.


 

Mereka dibawa dengan bus-bus dari penginapan kota Paju. Berhenti dibawah Jembatan layang, dekat Gedung kecil yang memiliki lorong pemeriksaan. Kami berkumpul. Berjalan memasuki lorong pemeriksaan dengan menunjukan ID berwarna merah dengan pelat biru di atas. Terlihat pelataran dalam gedung banyak didapat pagar kawat berduri disisipi pos-pos penjagaan sepanjang peglihatan.

Dirjen musik kemiliteran, bertopi, berpakaian merah, membawa alat musik, muncul dari sisi gedung. Mereka langsung saja memainkan musik penyambutan ala militer dengan penuh semangat. Para sutradara enggan membiarkan peristiwa itu lewat begitu saja. Jepretan kamera sana-sini seolah ingin membuktikan kebenaran yang dia tangkap oleh lensa kamera mereka diwaktu senja saat cara akan dibuka.

Zona militer, epat berada di perbatasan kedua negara. Dorosan, sebuah stasiun kereta api yang dibelah menjadi dua wilayah adalah pintu masuk menuju ruang utama acara. Malam pembukaan tiba. Setelah jamuan makan di ruang bawah tanah selesai, sutradara, undangan, dan orang penting yang hadir di gerbang stasiun Festival Dokumenter Internasional dibuka di gedung dalam gedung bawah tanah. Stasiun kereta api bawah tanah disulap menjadi tempat puncak perayaan pembukaan. Dimeriahkan banyak warga, artis, pejabat pemerintah, dan militer korea selatan. Saya tidak tau kalau yang hadir itu pejabat penting. Tetapi saya yakin yang bicara di panggung adalah pejabat setinggi Kementerian nasional, Provinsi dan Kota.

Kali pertama film dokumenter panjang produksi Saidjahforum dipresentasikan secara Internasional di Kore Selatan. Film Dongeng Rangkas masuk dalam kategori ‘Asian Perspective’ di 3rd DMZ-Docs (Festival Dokumenter Internasional Korea) 25 September 2011. Lokasi acara di kota Paju, KoreaSelatan. Ada ratusan film dokumenter diputar dari berbagai benua, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Isu yang muncul adalah Sejarah, Arsip, dan perkembangan Dokumenter di Asia. Dengan ragam kondisi dan persoalannya. Karya individu atau kolektif. Film dokumenter yang terlibat di festival berusaha mencerminkan kondisi-kondisi dari pembuatnya. Makna baru menjadi penting untuk temuan dalam acara Festival ini kian terang.

Arsitektur di kota Book City tidak berhenti di tingkat kebutuhan bangunan. Tetapi sampai pada persoalan estetik. Book City adalah kota kecil yang dibangun pemerintah korea selatan khusus untuk menangani urusan percetakan, penerbitan, dan semua hal-hal yang berurusan dengan buku. Menurut keterangan warga sekitar, Kota Book City bediri sejak 1999. Masyarakat korea menyebutnya “Kota Buku”. Hampir seluruh bangunan di kota Book City dibangun nuansa ramah lingkungan dan detail. Sekilas bangunan kota terlihat di peta mirip senjata Parang. Sejauh ini saya hanya bisa menemui orang yang berasal dari Asia …
Bersambung….

Kirim komentar